

 | |
Morihei
Ueshiba
Pendiri
aikido
(1883
- 1969)
Aikido, the way of harmony, adalah sejenis beladiri
yang didirikan oleh Morihei Ueshiba (1883 - 1969). Sebagai seorang yang haus
ilmu, Ueshiba berlatih berbagai aliran seni bela diri dari berbagai sumber.
Selain belajar kemiliteran di angkatan perang Jepang, Ueshiba mempelajari,
yagyu ryu, hozoin sojutsu, yudo, daito ryu aikijutsu
dan lain-lain. Namun, pengaruh terbesar dalam ilmu bela dirinya dianggap berasal
dari daito ryu aikijutsu. Dari Sokaku Takeda bertahun-tahun ia
mendapatkan pelatihan daito ryu aiki jutsu, yang memiliki akar sebagai
teknik pertempuran kelas samurai saat itu.
Sekitar tahun 1927, Ueshiba meninggalkan Hokkaido pindah ke
Tokyo. Ueshiba
kemudian mengembangkan jalan sendiri dan membentuk seni bela diri baru yang
dikenal dengan nama aiki budo sebagai ilmu beladiri yang terpisah dari daito
ryu aikijutsu. Baru
pada tahun 1942, ditandai dengan pembukaan dojo di Iwama, nama beladiri yang
dikembangkannya diberi nama akhir aikido. Aikido
telah terdaftar dalam Dai Nihon Butokukai, juga Departemen Pendidikan
Jepang.

Moriteru Ueshiba, Aiki Doshu ke 3 (sekarang)
Teknik aikido memiliki ciri yang unik. Gerakannya dinamik dan
memiliki aliran yang tidak terputus. Gerakannya
banyak memiliki teknik yang melingkar atau masuk ke daerah lemah lawan.
Aikido
merupakan kesatuan beragam teknik yang menggunakan prinsip energi dan gerak
untuk mengarahkan kembali, menetralisir dan mengontrol penyerang. Dengan bentuk
tekniknya yang dinamik, aikido memungkinkan praktisinya selalu bergerak ketika
melakukan eksekusi. Dengan demikian, meskipun masih dalam perdebatan, beberapa
orang menyatakan bahwa aikido sesuai dalam menghadapi situasi dengan banyak
penyerang. Pada tingkat terbaik, aikido diyakini dapat melindungi seseorang
tanpa menyebabkan cedera serius, baik bagi penyerang maupun yang diserang. Jika
dilakukan secara tepat, ukuran dan kekuatan tidak mempengaruhi efisiensi teknik.
Aikido
merupakan salah satu beladiri Jepang yang paling sulit untuk dikuasai dengan
benar. Teknik pertahanan seringkali dianggap sebagai aikido yang sebenarnya,
sementara teknik penyerangan bukan. Dari perjalanan sejarah, hal ini dapat
dipertanyakan, namun banyak aikidoka lebih menfokuskan pelatihannya pada teknik
pertahanan.
Teknik
aikido banyak yang didasarkan dengan membuat penyerang kehilangan keseimbangan
dan teknik kuncian pada persendian. Mempengaruhi keseimbangan lawan dengan cara
masuk sering dikenal dengan istilah mengambil pusat lawan (hara). Teknik
pertahanan aikido kebanyakan dilaksanakan dengan melakukan teknik lemparan (nage-waza)
atau teknik kontrol (katame-waza), tergantung situasi. Teknik masuk (irimi)
dan berputar (tenkan) merupakan konsep yang secara luas digunakan dalam
aikido, seperti juga serangan (atemi) yang lebih banyak dilakukan sebagai
pengacau konsentrasi daripada untuk menyakiti lawan.
Walaupun serangan tidak terlalu dipelajari secara luas dalam
aikido, teknik serangan yang tepat dan efektif tetap penting dipelajari.
Serangan dalam latihan aikido meliputi berbagai teknik pukulan dan genggaman,
seperti shomenuchi
(pukulan vertikal ke kepala), yokomenuchi (pukulan memutar ke sisi kepala
atau leher), munetsuki (pukulan lurus), ryotedori (genggaman dua
tangan) atau katadori (genggaman pada bahu), dan lain-lain. Banya dari
serangan (uchi) merupakan pukulan yang diturunkan dari ilmu pedang atau
alat lainnya. Tendangan juga terkadang dilakukan.
Alat
yang dipergunakan dalam latihan aikido biasanya terdiri dari tongkat (jo),
pedang kayu (bokken) dan pisau kayu (tanto). Teknik mengambil dan
mempertahankan senjata juga diajarkan, agar dapat pemahaman aspek aikido yang
menyeluruh dengan atau tanpa senjata. Contohnya,
teknik yang dilakukan dengan pukulan tangan merupakan ilustrasi dari serangan
dengan tanto atau jo, sedangkan teknik genggaman merupakan gambaran dari cara
mencabut atau melakukan serangan dengan senjata yang digenggam.
Banyak
pusat pelatihan yang mengajarkan teknik bersenjata yang diturunkan oleh Morihiro
Saito, yaitu aiki-jo dan aiki-ken. Juga ada kata tunggal dengan jo, dan latihan
berpasangan dengan jo dan bokken. Pada aliran aikido tertentu, latihan
berpasangan dengan bokken dalam kata yang diturunkan dari aliran tua merupakan
hal umum. Beberapa ahli aliran ini mengembangkan sendiri sistem beladiri senjata,
seperti aikido dua pedang dari Mitsugi Saotome.
Metode
pelatihan antara tiap organisasi atau pusat pelatihan berbeda-beda satu sama
lainnya, namun biasanya guru mempraktekkan teknik dan murid menirunya. Latihan
dilakukan dengan teknik berpasangan namun bukan bertanding. Uke, penerima
teknik, biasanya memulai dengan serangan melawan nage, yang menetralisir
serangan dengan teknik aikido. Uke dan nage memiliki peran yang
penting. Murid harus belajar dalam kedua posisi ini untuk mempelajari bagaimana
bertahan dan menyerang dengan aman. Pergerakan, kewaspadaan, presisi dan
ketepatan waktu merupakan hal yang penting dalam melakukan eksekusi teknik yang
akan berkembang dari bentuk yang kasar menjadi lebih mengalir dan lebih adaptif
dalam penerapannya. Terkadang, murid akan belajar jiyu-waza atau randori
yang serangannya lebih tidak dapat diprediksikan. Beberapa aliran,
mempelajari teknik balasan (kaeshi-waza).
Ueshiba
tidak memperkenankan pertandingan dalam aikido, karena beberapa teknik dianggap
terlalu berbahaya dan karena ia percaya bahwa kompetisi tidak akan mengembangkan
karakter yang baik bagi murid-muridnya. Kebanyakan
aliran aikido meneruskan tradisi ini.
| |
|